Senin, 19 Agustus 2013

Renungan 68 Tahun Indonesia Merdeka

Renungan 68 Tahun Indonesia Merdeka


PERINGATAN hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun ini, 17 Agustus 2013, berlangsung masih dalam suasana perayaan Idul Fitri, saat umat Islam merayakan kemenangan melawan hawa nafsu selama sebulan penuh. Apa maknanya?
Memerangi hawa nafsu, itulah sejatinya perjuangan melawan musuh kita yang paling besar. Diriwayatkan oleh Imam Bukhary Muslim, ketika Rasulullah dan para sahabat baru saja pulang dari salah satu perang besar, beliau berkata: “Kita baru saja melakukan suatu jihad kecil dan akan menghadapi jihad yang besar dan berat.”
Para sahabat mengira itu artinya mereka baru saja selesai melakukan perang yang sangat berat dan meminta banyak pengorbanan, tetapi ternyata bukan. Mereka lantas bertanya, “Jihad apakah lagi, ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Puasa, yaitu jihad memerangi hawa nafsu.”

Ya, merayakan kemenangan melawan hawa nafsu itu pulalah yang kita lakukan sekarang. Saling berkunjung, saling mendekatkan diri satu sama lain, saling memaafkan karena Allah s. w. t. atas kekhilafan kita masing-masing.
Dalam suasana seperti itu, sekaligus kita juga saling berbagi kebahagiaan, saling memberi sebagian dari anugerah harta yang kita miliki, sebagai ungkapan syukur atas nikmat yang Allah berikan kepada kita. Dengan demikian, ibadah yang kita lakukan memiliki dimensi sosial yang luar biasa.
Dimensi sosial ini menjadi penting artinya bagi kita, sebagai bagian dari hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, negara yang tanggal 17 Agustus 2013 ini memperingati hari proklamasi kemerdekaannya. Perayaan proklamasi kemerdekaan di tengah suasana Idul Fitri hendaknya bisa kita jadikan momentum untuk meneguhkan semangat hidup bersosial, berbangsa, dan bernegara.
Memperingati 68 tahun Indonesia merdeka dan merayakan kemenangan melawan hawa nafsu, memberikan penyadaran bahwa kita sebagai manusia diciptakan oleh Allah S.W.T. memiliki hak yang sama, hak yang primordial, hak yang terbawa sejak lahir di dunia ini: hak hidup, hak merdeka, dan hak mengejar kebahagiaan dalam hidup.
Semangat untuk memperjuangkan hak itu pulalah yang dulu digelorakan oleh Bung Karno dan Bung Hatta serta para pahlawan lainnya, yang semuanya terangkum dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945.
Masih ingat bunyi alinea terakhir pembukaan UUD 1945?
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”
Sudah 68 tahun Indonesia merdeka, kenapa kita belum bisa sepenuhnya mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan? Kenapa justru kita semakin mengalami kemerosotan dalam banyak hal? Kenapa? Ada baiknya kita camkan apa yang diingatkan oleh Bung Karno melalui pidatonya yang berjudul Res Publica di depan Sidang Pleno Konstituante, 22 April 1959.
“Kita bertanya, mengapa kemerosotan, mengapa disintegrasi, mengapa afglijdings proces itu berjalan terus di semua lapangan di bidang politik, militer, dan sosial ekonomi? Jawabnya tak lain ialah karena kita nyeleweng,” kata Bung Karno kala itu.
Kita menyeleweng? Iya, kita telah menyeleweng dari cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh pembukaan dan batang tubuh UUD 1945. Saatnya kita kembali ke jalan yang benar. Mari tegakkan kebaikan, tegakkan kebenaran, tegakkan kejujuran, tegakkan keadilan, dan tegakkan persaudaraan berlandaskan moral yang terangkum pad a butir-butir dasar Indonesia merdeka: Pancasila. Mari!
Itulah yang menjadi cita-cita rakyat khususnya rakyat “papan bawah” dimana mereka ingin mengenyam kemerdekaan hidup. Faktanya mereka masih hidup dalam ”papa sengsara”, hidup “dibawah garis kemiskinan”.
Dengan nafsu yang benar mari kita perangi kemiskinan, kebodohan dan kemelaratan.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar